Memahami Posisi Guru dan Murid
BAGAIKAN dua sisi mata uang, guru dan murid merupakan dua wujud yang tidak dapat dipisahkan. Seseorang tidak akan dipanggil guru jika tidak memiliki seorang murid. Sebaliknya, seorang anak tidak akan disebut seorang murid jika tidak memiliki guru.
Akan pentingnya arti seorang guru dan murid, islam telah menempatkan mereka pada posisi yang paling mulia. Sebagaimana yang tercatat di dalam sebuah hadis Rosul SAW. yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. " yang paling baik kedudukannya diantara kalian adalah guru yang mengajarkan al-Qur'an (ilmu) dan murid yang mempelajarinya".
Berbicara tentang guru dan murid, kita tidak boleh memprioritaskan salah satunya dan meremehkan yang lain. Sebab, sejatinya seorang guru merupakan penyambung mata rantai peradaban dunia ini, sedang seorang murid merupakan penerus estafet dari seorang guru untuk terus menjaga, membangun dan mengembangkan peradaban menuju yang lebih baik.
Guru dan murid, meskipun memiliki pahala (kedudukan) yang sama di dalam Islam, tetap merupakan dua wujud yang berbeda Posisinya. Dalam hal ini guru menempati posisi sebagai tauladan dan orang yang sempurna. Sedangkan murid menempati posisi sebagai pencari tauladan yang dapat dicontoh untuk menuju ke arah kesempurnaan itu.
Untuk dapat menempatkan kedua wujud itu secara proporsional, disini yang banyak dituntut untuk aktif adalah seorang guru, bukan seorang murid. Sebab, bagaikan seorang anak, murid tidak dituntut untuk memahami gurunya (ibunya), tetapi si gurulah yang harus memahami murid itu.
1. Guru Pelupa
Guru yang satu ini terkadang masih suka memberikan tugas atau PR, namun begitu pertemuan berikutnya di kelas, beliau lupa akan tugas yang diberikannya.
2. Guru pandai mendongeng
Guru yang ini lebih dicintai sama murid-muridnya ketimbang Guru Pelupa. Karena Guru yang ini biasanya berhenti mengajar di tengah-tengah pelajaran, berdiri terdiam, menghadap ke langit-langit kelas, tersenyum dan kemudian berkata
"Bapak jadi inget, dulu waktu bapak sekolah……."
*dongeng pun dimulai*
3. Guru sayang papan tulis
Guru model begini biasanya mengajar pelajaran eksak seperti matematika, fisika ataupun kimia. Karena begitu banyak rumus dan cara yang harus di tulis di papan tulis, sang guru terlihat sibuk sendiri menatap papan tulis dan menjelaskan satu-persatu rumus-rumus njelimet itu ke papan tulis. bukan kearah murid. Dengan begitu para murid dapat bebas melakukan aktivitas 'belajar' lainnya sambil melihat sang guru yang asyik berbicara dengan papan tulis.
4. Inget Mulu Sama Tugas
Bahkan pas lagi nggak ada tugas, dia berasa ada tugas terus.
5. Datang Telat, Pulang Ngaret
Dia yang datang telat, tapi lalu menunda waktu selesai pelajaran untuk mengganti waktu keterlambatannya tadi, alhasil, kita deh yang jam pulangnya jadi semakin lama.
Agar dapat memahami murid dengan baik, seorang guru dituntut untuk mengetahui dengan jelas tentang potensi-potensi yang tersimpan di setiap diri seorang murid. Menurut Romlah, dalam bukunya "Psikologi Pendidikan" seorang murid itu setidak-tidaknya memiliki enam potensi dasar. Yaitu :
Pertama, bakat dan kecerdasan. Keduanya merupakan kemampuan pembawaan yang berpotensial untuk mengacu pada perkembangan kemampuan kognitif (ilmiah) dan keahlian (profesi).
Kedua, naluri (insting). Yaitu sebuah kemampuan untuk melakukan sesuatu tanpa melalui proses pembelajaran.
Ketiga, nafsu, yang meliputi: nafsu lawwamah (pendorong ke arah tingkah laku yang tercela), nafsu ammarah (pendorong ke arah perbuatan yang merusak), nafsu birahi (pendorong ke perbuatan seks), dan nafsu muthmainnah (pendorong ke arah ketaatan kepada Allah SWT).
Keempat, karakter(watak asli) atau tabiat manusiawi. Yaitu kemampuan psikologis yang terbawa sejak lahir dan selalu terkait dengan tingkah laku, moral, sosial, dan etika seseorang.
Kelima, keturunan (hereditas). Yaitu faktor menerima kemampuan dasar dari kedua orang tua sampai pada keturunan urutan lebih atas.
Terakhir, intuisi (ilham). Yaitu kemampuan psikologis seseorang untuk menerima ilham dari Tuhan.
Dengan mengetahui keenam potensi yang dimiliki oleh setiap murid tersebut, seorang guru diharapkan dapat mengetahui hakikat seorang murid. Sehingga mampu mendeteksi, sebenarnya gejala apa yang dialami oleh seorang murid sehingga berani melakukan perbuatan yang mungkin dianggap menyimpang.
Dengan demikian seorang guru akan mampu mencarikan solusi yang tepat untuk mengatasi setiap permasalahan yang ditemui selama kegiatan belajar itu berlangsung, khususnya permasalahan yang muncul dari deviasi tingkah laku anak didik.
0 komentar:
Posting Komentar